Innocent I
Pernikahan Berdarah I
20 Oktober 2020
Kini aku dapat berbahagia. Aku telah menikahi pasanganku yang aku kenal dari Facebook sepuluh tahun silam. Dia adalah pasangan yang aku idam-idamkan sejak awal mengenalnya. Ia yang ramah, murah senyum, pengertian, dan segala kebaikan untuknya. Selisih umurku dengannya hanya sepuluh tahun lebih tua darinya. Ia memiliki perawakan sepantar (tidak pendek dan juga tidak lebih tinggi), berambut klimis, berhidung mancung, mata biru, dan berkulit putih. Ia memang dari Eropa. Ia bernama John Fredd.
Aku dan John sekarang berdiri di depan banyak tamu, saksi dan juga petugas pencatat pernikahan. Aku sebenarnya gugup. Namun senyumnya yang menawan, aku melawan rasa gugupku. Tiba-tiba saja ia mengapitkan tanganku pada tangannya.
"Tenang sayang, jangan gugup begitu." Ia menenangkanku tiga kali. Pertama, ia memegang tanganku, kemudian ia menenangkanku dengan berucap demikian dan yang terakhir, ia lakukan penenanganku dengan memperlakukanku sungguh romantis, ia mencium bibirku.
"Kalian sah menjadi pasangan!" ucap sang petugas pencatat pernikahan yang dari tadi berdiri di hadapan. Si petugas pernikahan menyerahkan selembar untukku dan selembar lagi untuk John semacam serfitikat untuk ditanda tangani. Lalu, cincin silver itu mulanya John sematkan pada jari manisku dan aku pun begitu. Aku sematkan cincin pernikahan pada jari manisnya.
"Pasangan yang romantis!" celoteh satu dari tamu yang melihat kami berdua. Aku tak sadar bahwa ini bukanlah sebuah mimpi, karena aku selalu saja mengidamkan acara ini. John tersenyum lepas, tanpa ada beban sedikit pun. Aku bangga memiliki dia. Tanpa sadar, ia menciumku lagi.
"Waduh romantisnya!" semua yang menyaksikan berdecak kagum pada kami berdua yang ada di hadapan mereka. Kegembiraan mereka, kegembiraan kami juga, bahkan kebahagiaan kami yang tak terlukiskan. Kami berjalan menuju ke luar balai pernikahan. Setiap langkah, aku digandeng oleh John.
Aku berjalan dengan sisi kiri kananku itu berupa hiasan bunga mawar putih yang ditata dengan cantik. Sementara kaki kami menginjak karpet empuk bermotifkan gambar kastil eropa. Sementara para tamu duduk mengelilingi kami.
Pernikahan gay. (Foto diambil dari Google) |
Tanpa diduga, perasaan tidak enak muncul. Aku merasa sesuatu yang panas, ada yang tak rela aku bahagia. Ternyata benar saja. Aku melihat satu wanita tamu berlari. Ia melewati kami berdua, hingga kami hampir terjatuh. Ia akhirnya bersembunyi di balik altar. Tak lama, beberapa orang dari pihak katering pun berlari.
"Aaaaaarrrggghh!!!" Mereka berteriak. Walau aku merasa ada yang tak beres, tetapi aku masih bingung apa yang terjadi saat ini. Lambat laun mereka yang duduk mengitari kami, mereka berlari. Menyelamatkan jiwa diri mereka masing-masing.
Di tengah hiruk pikuknya orang-orang menyelamatkan diri. Pandanganku tepat lurus ke depan. Pandanganku pasti memandang seseorang.menodongku dari kejauhan memakai PSG-1. Orang itu aku kenal. Tak asing lagi, orang yang pernah hidup bersamaan dengan kenalnya aku pada John. Ia kini sedang menyeringai bengis. Ia juga tersenyum memendam dendam. Setelah proyektil peluru terbebas dari magazin. Benda pembunuh itu melalui laras pistol yang ia genggam. Tanpa lama lagi, proyektil itu melayang tepat menuju ke arahku. Namun, pandanganku terhadap benda itu terhalang oleh pemuda berbadan gemuk. Seketika, pemuda gendut itu tertembak.
Ia terjatuh dan terlentang dihadapanku. Rupanya, ia adalah Revano. Dan penembak itu adalah Annur. Revano berucap seraya memegangi pundaknya yang sudah memerah oleh darah.
"Lukman, lekaslah kau berlari bersama pasanganmu. Annur akan segera menghabisimu!" Setelah itu, Revano tak sadarkan diri.
"Revanooooooo!" aku berteriak dengan air mata menetes dan pandanganku sekilas memandang tempat Annur tadi saat menembak. Akan tetapi, pandangan yang kulihat tak ada lagi Annur, melainkan hanya pot tinggi berisi bambu kecil hias. Annur menghilang entah kemana. Aku memandang Revano kembali. Revano, orang yang pernah mengisi kehidupanku di masa lalu. Aku tak tahu mengapa ia bisa datang, padahal aku tak mengundangnya. Aku inisiatif merogoh sakuku dan menelepon ambulans terdekat.
***Bersambung***
Komentar