Raden Natawiria, Mantri Perairan di Garut
Sudah lama tidak
memposting di blog ini. Padahal ingin berbagi rasanya tentang apa yang terjadi
dalam kehidupan saya. Tetapi saya lebih fokus ke salah satu aktivitas. Menulis
novel.
Sambil nulis novel, saya
melihat postingan IG Bitread di hp android ibu. Ternyata, di Bitread sedang
mengadakan Writingthon lagi. Writingthon mengingatkan saya peristiwa menulis
tentang Dukungan Asian Games di Kalimantan Utara. Sampai suatu saat, saya
antusias ingin ikut kembali! Siapa tahu saya bisa berkunjung ke tanah leluhur
saya, Garut. Karena saya tidak mau dianggap kacang yang tidak lupa dengan kulitnya.
Sebelumnya saya akan mengenalkan apa itu Writingthon. Dilansir dari Instagram Bitread, Writingthon adalah, "Sebuah kompetisi menulis yang diinisiasi oleh Bitread, dimana dalam waktu terbatas peserta diundang ke karantina harus menulis sebuah buku.". Biasanya, Bitread melakukan Writingthon ini bekerja sama dengan instansi pemerintah. Tahun lalu, saya mengikuti Writingthon Asian Games yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Repupblik Indonesia. Di sana saya bertemu dengan pemenang langganan Writingthon sebelumnya yaitu Mas Bimo dari Palembang dan Mbak Nunik dari Jakarta.
Sekarang Bitread bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Garut untuk mengadakan Writingthon ini mengangkat tema beragam, mulai dari Kebudayaan, Pariwisata, Kuliner, Sejarah/Tokoh, Bisnis/Potensi Ekonomi, dan Gaya Hidup Masyarakat Garut. Dalam artikel ini saya membahas mengenai salah satu tokoh Garut. Tetapi sebelumnya, ada yang tahu dimana Garut itu? Yuk kita baca terus artikel ini:
Sebelumnya saya akan mengenalkan apa itu Writingthon. Dilansir dari Instagram Bitread, Writingthon adalah, "Sebuah kompetisi menulis yang diinisiasi oleh Bitread, dimana dalam waktu terbatas peserta diundang ke karantina harus menulis sebuah buku.". Biasanya, Bitread melakukan Writingthon ini bekerja sama dengan instansi pemerintah. Tahun lalu, saya mengikuti Writingthon Asian Games yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Repupblik Indonesia. Di sana saya bertemu dengan pemenang langganan Writingthon sebelumnya yaitu Mas Bimo dari Palembang dan Mbak Nunik dari Jakarta.
Sekarang Bitread bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Garut untuk mengadakan Writingthon ini mengangkat tema beragam, mulai dari Kebudayaan, Pariwisata, Kuliner, Sejarah/Tokoh, Bisnis/Potensi Ekonomi, dan Gaya Hidup Masyarakat Garut. Dalam artikel ini saya membahas mengenai salah satu tokoh Garut. Tetapi sebelumnya, ada yang tahu dimana Garut itu? Yuk kita baca terus artikel ini:
Logo Kabupaten Garut (sumber: https://www.tribunnewswiki.com/2019/08/21/berdirinya-kabupaten-garut) |
Garut adalah salah satu
kota di Jawa Barat, sering dijuluki Kota Intan. Kata teman saya yang orang
sana, memang ada pertambangan intan di sana. Jarak yang ditempuh jika
menggunakan bus dari Bandung, sekitar 2-3 jam (itu pun kalau tidak macet).
Sekarang Garut menjadi daya tarik berbagai media. Dengan adanya Writingthon
ini, Garut akan lebih terkenal lagi. Bukan terkenal hanya di kalangan orang
Sunda atau Jawa Barat saja, tapi bisa jadi mendunia. Orang-orang yang terkenal
dari Garut salah satunya anggota DPR periode 2019-2024 yaitu Mulan Jameela.
Tetapi dalam blog ini, saya tidak bahas beliau. Saya saatnya bahas leluhur
saya, seorang tokoh orang yang pada umumnya tidak dikenal, tetapi beliau sangat
berjasa lho.
Foto aki Raden Natawiria (sumber: dokumentasi pribadi) |
Beliau bernama Raden
Natawiria. Beliau di Masa Kolonial Belanda menjabat sebagai mantri irigasi (mungkinkalau zaman
sekarang tidak ada jabatan serupa) di daerah Garut, Banjar, dan Ciamis. Dengan
adanya irigasi, kawasan Garut persawahan terpenuhi, kualitas air bersih
terjamin, pasokan terus mengalir walau kemarau. Tak heran jika UUD 1945 di
Pasal (33) ayat (3) menyebutkan bahwa Bumi dan Air adalah dikuasai negara untuk
rakyat. Tetapi sekarang nyatanya?
Mungkin sekarang urusan air dikelola oleh PAM, biar pemerintah gak ambil
pusing “urusan sepele”, lebih baik urus hal yang lain.
Raden Natawiria wafat
setahun sebelum Proklamasi dibacakan. Beliau meninggalkan 5 orang istri (2
orang istri dari Garut, 3 dari daerah Ciamis dan sekitarnya) dan 9 anak (5
putri dan 4 putra). Untuk saat ini yang masih ada dari anak-anaknya ialah bapak
saya, Dr. H. Eten Marjuman Natawiria, Ir., M.S, . Bapak saya ditinggal oleh
ayahnya (Raden Natawiria) ketika bapak
berusia 1 tahunan.
Walau Raden Natawiria
telah tiada, tetapi saya ketika masih kecil, saya selalu diceritakan éni (panggilan nenek, istri kelima, bernama Siti
Aisyah). Éni
Siti Aisyah pernah menceritakan walau aki (sebutan kakek di Sunda) Raden Natawira
berprofesi sebagai mantri irigasi, aki
menyukai tari Sunda.
Pernah saya melihat aki mengenakan berpakaian lengkap
penari tayub (bendo dengan sampur
tersampir di pinggangnya). Tak ayal, keturunannya pun memiliki darah
seni yang kental, walau tidak ditonjolkan kepada khalayak. Seperti dulu ketika
bapak di usia muda, bapak dan ketiga kakaknya seibu itu memainkan band. Bapak
saat itu memainkan bass. Tapi sayangnya kesenian dari keturunan Raden Natawiria tidak diseriusi dan
tidak ada juga yang berurusan dunia air (irigasi), melainkan rata-rata mereka
menjadi akademisi (diantara guru dan dosen).
Sedangkan untuk para cucu
atau cicit beraneka ragam profesi. Ada yang menurti sebagai akademisi, notaris. Namun, saya penasaran dengan penulis yang
namanya Erlin Natawiria itu, apakah beliau juga bagian dari trah keluarga aki Raden
Natawiria atau Natawiria yang lain. Soalnya, kata bapak, ada nama Natawiria
yang lain, selain aki. Dan, kala saya menanyakan itu pun, bapak dipanggil
setelah ada nenek-nenek dengan nama
belakang Natawiria juga di antrian Askes (sekarang BPJS Kesehatan).
Dulu ketika saya masih
kanak-kanak, keluarga selalu diajak berkumpul di acara Keluarga Besar Serut
(Sekarang bagian daerah Banyuresmi).
Disana dipertemukan kelima istri dan putra-putrinya. Bersyukur saya memiliki
keluarga besar yang akur, masih terjalin dengan para istri dari aki Raden
Natawiria. Dalam acara tersebut juga saya selalu ziarah ke makam aki, bertempat
di Serut juga.
Kemarin pada tanggal 3
Agustus 2019, bapak diundang sebagai pinesepuh (sesepuh) dari keturunan aki
Natawiria yang masih ada di acara Silaturahim Keluarga Besar Natawiria. Di acara itu merundingkan terkait pemindahan
makam aki. Kata dari kakak sepupu yang berdomisili di Garut (Mia Nurkanti, cucu
dari istri ke-3 Raden Natawiria), makam aki hampir tertimpa makam orang lain
dan rencananya akan dimakamkan ulang di daerah Cilimus, makam keluarga dari istri
pertama Raden Natawiria. Untungnya perundingan tersebut disepakati bapak.
Setelah bapak diundang,
saya mendapatkan informasi dari kakak sepupu tertua (anak sulung istri pertama
aki Raden Natawiria) bahwa aki Raden Natawiria memiliki darah keturunan
Tiongkok dan Mataram. Wow, jauh juga, ya? Tapi itu tak masalah, yang penting
saya bangga memiliki darah keturunan dari tanah Garut. Walau Garut sekarang
sudah mulai ramai oleh tempat wisata, jajanan khas (dodol, chocodot, dan sebagainya), Kesenian Adu Ketangkasan Domba dan banyak
lagi. Mudah-mudahan Garut tetap lestari, sebagaimana aki Natawiria memberikan
irigasi di daerah itu untuk keberlangsungan hidup warganya.
Jasa aki Raden Natawiria walau tak dikenal, tapi berguna sampai saat ini. Saat ini juga sayalah memperkenalkan kepada khalayak. Mudah-mudahan irigasi yang masih terpakai menjadi amal jariyah beliau di surga sana. Amin.
Referensi:
1. Wawancara langsung dengan nenek ketika saya masih kecil,
2. Wawancara langsung dengan bapak ketika saya sedang menunggu antrean Askes
3. Dengar wawancara dari kakak sepupu tertua dari bincangan ibu di rumah
4. Website https://www.instagram.com/bitread_id/?hl=id (diakses 13 Oktober 2019 jam 16.00)
Komentar